| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

07 Juni 2008

Lembaga 'Bayaran' Pasti Tersingkir

(Jakarta) – Menjelang pemilu, sejumlah lembaga survei politik seolah berlomba unjuk gigi. Sederet hasil survei pun mereka gelar ke hadapan publik. Umumnya mereka mengedepankan popularitas figur dan popularitas partai politik berkaitan dengan Pemilu 2009. Seberapa sahih hasil survei-survei itu?

Johan Silalahi, Direktur Eksekutif Lembaga Riset Informasi (LRI), mengungkapkan untuk menjadi lembaga survei yang kredibel, maka pendiriannya harus benar-benar memiliki basis ekonomi dan intelektual. Jika tidak, maka akan menjadi lembaga survei bayaran yang hanya akan memenangkan tokoh tertentu dalam hasil surveynya.

“Hal inilah yang jadi tolok ukur keseriusan sebuah lembaga survei. Akhirnya waktu pula yang akan membuktikan lembaga mana yang benar-benar kredibel,” kata Johan, Selasa (3/6).

Ia mengaku prihatin atas munculnya lembaga survie dadakan yang sekedar diciptakan sebagai imitasi untuk membuat konstelasi polling sebatas pada figur tertentu. Berikut ini petikan wawancaranya:

Seberapa penting survei bagi pendidikan politik masyarakat menjelang Pemilu 2009?

Fungsi lembaga survei atau polling adalah memberikan pendidikan politik. Masyarakat harus diajak memberikan reward dan punishment politik kepada para pemimpin bangsa, terutama presiden dan para menterinya. Lembaga survei juga melakukan penilaian popularitas para menteri.

Desember 2007 lalu kita sempat mengukur kinerja mereka di mata publik. Tapi karena kita masih men-diferenciate apakah publik umum bisa menilai kinerja para menteri, karena pendidikan masyarakat tidak merata. Kalau standar survei itu kan harus sampling murni, tidak boleh sampling yang sengaja diatur. Jadi kalau di suatu wilayah yang jadi sampel kebanyakan orang yang tidak tamat SD, kan sulit untuk mendefinisikan bagaimana kinerja para menteri.

Makanya tentukan ukuran terbaru, yaitu popularitas. Dengan survei popularitas ini bisa kelihatan bahwa menterinya aktif, dikenal oleh publik, dan juga muncul di media. Media kan tentunya memuat berita tentang menteri tidak sembarangan. Jadi melalui lembaga survei ini masyarakat diajak melihat atau memonitor track record para pemimpin. Kami juga mensurvei pemimpin-pemimpin parpol dan para ketua lembaga tinggi negara setiap empat bulan.

Bagaimana seharusnya lembaga survei menjaga netralitasnya, sehingga tidak dinilai sebagai survei pesanan untuk mempengaruhi opini publik terhadap tokoh tertentu?

Prinsipnya, waktulah yang akan menjawabnya. Para periset tidak usah saling menghakimi sesama lembaga survei. Biarkan nanti masyarakat atau publik yang menilai dan mengapresiasi. Dalam track record yang panjang, nanti akan ketahuan apakah sebuah lembaga survei akan jalan terus atau tidak.

Saya prihatin ada suatu lembaga survei yang leading dan membentuk lembaga-lembaga survei yang lain, tapi lembaga survei tersebut memonopoli. Sampai kapan lembaga survei seperti ini akan eksis? Apakah lembaga survei ini sekadar diciptakan sebagai imitasi? Bahkan ada lembaga-lemabaga survei yang sengaja untuk membuat konstelasi polling itu supaya tetap fokus kepada seorang figur. Jadi saya tekankan lagi bahwa biarlah waktu yang membuktikan.

Masyarakat nanti yang akan melihat lembaga survei mana yang konsisten dengan niat dan visi yang baik, dan mana pula yang dibuat-buat atau main-mainan.

Bagaimana Anda menanggapi Lembaga Survei Nasional yang mengatakan bahwa survei LRI menyesatkan?

Kita siap mempertanggungjawabkan hasil survei kita. Saya malah punya rencana menggugat mereka, supaya lebih berhati-hati dalam berkomentar. Kalau keliru kan akhirnya jadi fitnah, pencemaran nama baik. Saya tegaskan bahwa ini bisa bergulir ke masalah hukum nantinya.

Hasil survei lembaga kami kan bisa di-track di internet. Data-data mengenai lembaga kami juga sangat lengkap dan jelas. Jadi pesan saya kepada rekan-rekan di LSN, berintrospeksi dululah sebelum berkomentar. Berkaca dululah sebelum kita melihat orang lain. Tidak perlu menghakimi lembaga lain.

Saya membangun survei karena benar-benar punya basis ekonomi. Jadi sudah punya infrastruktur ekonomi. Intervesi saya membangun lembaga reset ini tidak main-main. Bukan cuma jadi lembaga bayaran ya?

Jaringan koordinator wilayah kita ada di 33 provinsi. Semuanya rata-rata bergelar S2 dan S3. Sebagian doktor di universitas terbaik di masing-masing daerah. Mereka sengaja kita rangkul, karena kita sudah memprediksi akan ada tudingan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti ini. [Ahmad Munjin/P1]

Sumber: Inilah.com

Tidak ada komentar: