| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

06 Juli 2008

Angket Jadi Momok bagi Mafia Migas

(Jakarta) - Managing Director Econit Advisory Group Hendri Saparini menilai bergulirnya hak angket akan menjadi momok bagi mafia migas yang selama ini menikmati rente dari tata niaga minyak Indonesia yang lemah.

Hak angket menurutnya akan menarik kepentingan berbagai pihak termasuk produsen, pejabat, atau mafia migas. Terlebih, sektor migas selama ini sudah dikenal menjadi 'tambang' uang bagi berbagai pihak. "Sektor migas selalu berkaitan erat dengan kegiatan-kegiatan politik," ujar Hendri , Minggu (6/7) di Jakarta.

Hendri memaparkan ada enam sumber inefisiensi dan KKN dalam tata niaga minyak dan gas bumi. Pertama, adanya brokers pemburu rente dalam pembelian impor minyak mentah sebesar 368,7 ribu barel per hari dan BBM (premium, solar, dan minyak tanah) sebanyak equivalen 210 ribu barel per hari.

Kedua, impor minyak mentah dari luar negeri untuk diproses di dalam negeri sangat besar (368 ribu barel per hari). Potensi inefisiensinya sekitar US$2,1 miliar. “Bahkan, ICW mengindikasikan nilainya mencapai Rp200 triliun. Karena itu harus dilakukan pengurangan impor minyak mentah dengan melakukan pembelian kontraktor production sharing, “ujar Hendri.

Ketiga, sering terjadi peningkatan komponen biaya dalam pelaksanaan production sharing. Untuk itu, perlu dilakukan audit independen terhadap pelaksanaan kontrak production sharing, terutama komponen biaya.

Keempat, sumber inefisiensi adalah Pertamina dan BP Migas belum perlu melakukan ekspor minyak mentah. Sebaiknya dialihkan untuk memenuhi kebutuhan refinery dalam negeri. Saat ini Pertamina melakukan ekspor 35 ribu barel per hari dan BP Migas melakukan ekspor 34 ribu barel per hari.

Kelima, terjadi inefisiensi dan rendahnya penggunaan kapasitas dari refinery nasional. Keenam, pengisian solar dan migas bersubsidi di dalam negeri oleh kapal-kapal berbendera internasional. (Renny/Adi.Ekbis)


Tidak ada komentar: