(Jakarta) – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) cukup di propinsi saja, bila perlu hanya di 5 kota besar di Indonesia diantaranya Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan, dan Makassar. Pembatasan ini guna meminimalisir kemungkinan menjamurnya mafia peradilan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Irman Putra Sidin menyampaikan pernyataan ini kepada Indonesia Ontime, di Jakarta, Minggu (20/7).
“Saya setuju pengadilan tipikor di propinsi saja atau cukup 5 kota besar. Tapi yuris diksinya untuk seluruh kabupaten/kota yang ada di propinsi dan sekitarnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Mensesneg Hatta Radjasa menyatakan dalam RUU tipikor, yang kini tengah dirampungkan, pemerintah sudah memutuskan nantinya pengadilan tipikor ada sampai tingkat propinsi bukan di kabupaten/kota.
Sementara itu mengenai komposisi hakim, lanjut Irman, perlu adanya penambahan yang sebaiknya diisi mayoritas oleh hakim adhoc. Bahkan untuk hakim ketua, tegasnya, perlu juga hakim adhoc yang memegangnnya.
“Kita butuh orang-orang baru, tapi integritas SDM-nya yang perlu dikontrol. Jangan sampai hakimnya jadi banyak tapi tidak kredibel gampang disogok, kan bisa-bisa muncul mafia peradilan baru,” kata Irman.
Menurut Irman, yang terpenting bukan kuantitasnya yang diperbanyak, tapi kualitas hakim dan pengadilan itulah yang perlu dijaga. (Mimie)
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Irman Putra Sidin menyampaikan pernyataan ini kepada Indonesia Ontime, di Jakarta, Minggu (20/7).
“Saya setuju pengadilan tipikor di propinsi saja atau cukup 5 kota besar. Tapi yuris diksinya untuk seluruh kabupaten/kota yang ada di propinsi dan sekitarnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Mensesneg Hatta Radjasa menyatakan dalam RUU tipikor, yang kini tengah dirampungkan, pemerintah sudah memutuskan nantinya pengadilan tipikor ada sampai tingkat propinsi bukan di kabupaten/kota.
Sementara itu mengenai komposisi hakim, lanjut Irman, perlu adanya penambahan yang sebaiknya diisi mayoritas oleh hakim adhoc. Bahkan untuk hakim ketua, tegasnya, perlu juga hakim adhoc yang memegangnnya.
“Kita butuh orang-orang baru, tapi integritas SDM-nya yang perlu dikontrol. Jangan sampai hakimnya jadi banyak tapi tidak kredibel gampang disogok, kan bisa-bisa muncul mafia peradilan baru,” kata Irman.
Menurut Irman, yang terpenting bukan kuantitasnya yang diperbanyak, tapi kualitas hakim dan pengadilan itulah yang perlu dijaga. (Mimie)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar