(Jakarta) - Ketua BPK Anwar Nasution mengaku bahwa penandatanganan pembentukan Panitia Pengembangan Sosial Kemasyarakatan (PPSK) yang dilakukan karena atas dasar toleransi teman. Meskipun pada awalnya Anwar tidak menyetujui usulan tersebut.
"Dalam hidup ini kan kita harus memberikan toleransi pada kawan-kawan kita. Di situ jelas menyatakan bahwa tujuan PPSK sangat mulia. Saya sih oke-oke saja dalam tataran kebijakan. Tapi ternyata tidak ada implikasinya. Saya tidak sama sekali diberitahu dan tidak ikut bertanggung jawab," kata Anwar dalam sidang pengadilan Tipikor,Jakarta, Senin (25/8).
Sementara, pada kesaksian Anwar sebelumnya, ia mengatakan tidak setuju pembentukan PPSK, namun meskipun tidak setuju, Anwar tetap menandatanganinya.
"Saya memang tidak setuju dengan pembentukan PPSK. Waktu itu saya hanya mengajukan dua keberatan. Pertama, tidak setuju untuk mendirikan lembaga baru di BI, karena sudah terlalu banyak. Kedua, keberatan kalau BI meminjam uang dari pihak luar, dari manapun atau dari YPPI," kata Anwar.
Selain itu, Anwar mengaku tidak tahu menahu aliran dana YPPI Rp 100 miliar, karena yang diketahuinya hanya untuk pembentukkan PPSK. Pencairan dana dari YPPI itu diambil 3 minggu sebelum pendirian PPSK, kemudian pengambilannya dengan manipulasi pembukuan.
Keputusan RDG 22 Juli 2003 itu ditandatangani oleh para dewan gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, Aulia Pohan, R Maulana Ibrahim, Maman Soemantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin. Kemudian Roswita Roza selaku notulen dan Rusli Simanjuntak sebagai Kepala Biro Gubernur BI, dan Direktorat Pengawasan Intern Purwantari Budiman.
Dana Rp 100 miliar dari YPPI disebutkan digunakan untuk penyuapan oknum-oknum aparat penegak hukum Rp 68,5 miliar oleh para mantan pejabat BI, dan penyuapan oknum-oknum anggota DPR Rp 31,5 miliar. (Dhita/Ren)
"Dalam hidup ini kan kita harus memberikan toleransi pada kawan-kawan kita. Di situ jelas menyatakan bahwa tujuan PPSK sangat mulia. Saya sih oke-oke saja dalam tataran kebijakan. Tapi ternyata tidak ada implikasinya. Saya tidak sama sekali diberitahu dan tidak ikut bertanggung jawab," kata Anwar dalam sidang pengadilan Tipikor,Jakarta, Senin (25/8).
Sementara, pada kesaksian Anwar sebelumnya, ia mengatakan tidak setuju pembentukan PPSK, namun meskipun tidak setuju, Anwar tetap menandatanganinya.
"Saya memang tidak setuju dengan pembentukan PPSK. Waktu itu saya hanya mengajukan dua keberatan. Pertama, tidak setuju untuk mendirikan lembaga baru di BI, karena sudah terlalu banyak. Kedua, keberatan kalau BI meminjam uang dari pihak luar, dari manapun atau dari YPPI," kata Anwar.
Selain itu, Anwar mengaku tidak tahu menahu aliran dana YPPI Rp 100 miliar, karena yang diketahuinya hanya untuk pembentukkan PPSK. Pencairan dana dari YPPI itu diambil 3 minggu sebelum pendirian PPSK, kemudian pengambilannya dengan manipulasi pembukuan.
Keputusan RDG 22 Juli 2003 itu ditandatangani oleh para dewan gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, Aulia Pohan, R Maulana Ibrahim, Maman Soemantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin. Kemudian Roswita Roza selaku notulen dan Rusli Simanjuntak sebagai Kepala Biro Gubernur BI, dan Direktorat Pengawasan Intern Purwantari Budiman.
Dana Rp 100 miliar dari YPPI disebutkan digunakan untuk penyuapan oknum-oknum aparat penegak hukum Rp 68,5 miliar oleh para mantan pejabat BI, dan penyuapan oknum-oknum anggota DPR Rp 31,5 miliar. (Dhita/Ren)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar