| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

14 Mei 2008

Dari 'Warung' untuk Bangsa Bermartabat

UNTUK ULASAN YA


“WARUNG KEJUJURAN”. Itulah langkah baru yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Senin (12/5) lalu. ”Warung Kejujuran” memang sebuah warung (kantin) milik KPK yang berlokasi di Kantor KPK, di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Warung ini berjualan makanan kecil, minuman kemasan, dan alat tulis.

Uniknya, “Warung Kejujuran” tidak menggunakan pelayan untuk melayani pembeli. Transaksi dilakukan secara swalayan. Disinilah para konsumen—wartawan, staf KPK, para pengunjung, dan lain-lain---diuji kejujurannya. Pada saat mengambil minuman, makanan, kemudian membayar bahkan mengambil uang kembali, para konsumen harus melayani dirinya sendiri. Artinya, para konsumen diberi kebebasan untuk bertransaksi secara swalayan. Warung serupa juga dibuka di 17 lokasi di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Membuka warung merupakan langkah kecil, namun memiliki makna besar dalam misi KPK. Setelah banyak mendapat pujian banyak pihak dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK melakukan gerakan moral lewat “Warung Kejujuran”. Yang diketuk KPK adalah nurani setiap masyarakat, agar memiliki perilaku jujur dalam bertransaksi bisnis. Secara sederhana, kita bisa menangkap misi KPK, melalui hal kecil “berbelanja”. Sungguh menjadi ironi, kalau untuk membeli minuman dan makanan yang tidak lebih Rp 3.000, kita harus mencuri dan melakukan korupsi. KPK mengajarkan, setiap masyarakat harus malu kepada dirinya sendiri sebelum melakukan tindakan tercela—mencuri dan melakukan korupsi.
Bukan Semata-mata Demi Popularitas

Kejujuran memang menjadi barang mahal di Negeri ini. Berbagai bentuk kejahatan korupsi telah menjadi tontonan yang menjijikkan bagi ratusan juta rakyat dan masyarakat internasional. Kita seolah membuang kotoran di muka sendiri. Yang lebih memprihatinkan, para koruptor, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, Korporasi, Pengusaha, Lembaga Negara, Organisasi Massa, Lembaga Swadaya Masyarakat, pemuka agama/masyarakat, dan masyarakat sendiri, seolah ”bebal, tebal muka, dan tidak malu”, untuk menilap uang, yang bukan menjadi haknya. Di tengah kesulitan ekonomi sebagian masyarakat, seharusnya kita memiliki hati nurani untuk tidak memanfaatkan dana pembangunan milik rakyat. Padahal, semua agama selalu memberikan pelajaran, bahwa perbuatan mencuri adalah haram hukum. Dan pasti, kelak diakhir jaman ”harta hasil pencurian” itu, akan menjadi api siksa bagi tubuh masing-masing.

KPK dan tentu seluruh komponen Bangsa, memang harus bekerja keras membangun kesadaran moral, mengubah perilaku koruptif yang sudah ”akut” di Indonesia. Akan lebih positif apabila ”gerakan moral kejujuran” tersebut, bukanlah semata-mata untuk mendongkrak popularitas, membangun citra diri, tetapi merupakan kesadaran hati nurani. Yang tidak lain dimaksudkan untuk membangun kehidupan Bernegara dan Berbangsa yang lebih bermartabat. Mengapa? Kita membutuhkan perubahan besar dan membersihkan hati nurani, untuk kembali menapaki kehidupan yang lebih bermartabat. Kita harus berani mengatakan ”aku malu kepada diriku kalau menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang sesungguhnya adalah amanat rakyat.”

Masyarakat kita membutuhkan suriteladan dari para pemimpinnya di mana pun dan di lapisan serendah dan setinggi apa pun. Masyarakat akan menaruh simpati dan memberi dukungan terhadap pemimpinnya yang jujur dan bersih. Masyarakat akan menghormati dan menyegani aparat penegak hukum yang tidak koruptif dan tidak memeras. Sungguh masyarakat akan memberikan dukungan kepada siapa pun yang dengan hati nurani bersih, membersihkan Negeri ini dari para ”pencuri uang rakyat”. Tidak ada langkah yang terlambat untuk memperbaiki diri dan menjadikan Indonesia sebagai teladan bagi bangsa-bangsa lain. Sebab, Republik Indonesia beserta pejabat dan masyarakatnya adalah Bangsa yang berbudaya, bermartabat, dan berbudi pekerti luhur. Bkr

Tidak ada komentar: