(Jakarta) - Kemiskinan yang melanda berbagai belahan dunia dewasa ini lebih disebabkan karena faktor-faktor non agama, terutama politik dan ekonomi.
Demikian Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan kepada Indonesia Ontime mengenai ceramahnya di Center for Faith and Culture, Yale Divinity School, dengan topic “Love, Religion, and World Proverty” di Yale University, Amerika Serikat, awal pekan ini.
Walaupun demikian, menurut Din, agama juga ikut andil dalam menciptakan kemiskinan itu. Kegagalan agama untuk memberikan etika profetik bagi pembebasan diri dari kemiskinan.
Din mengatakan, kemiskinan di dunia selain bersifat kultural juga bersifat struktural. “Yang pertama dipengaruhi agama, yang kedua karena sistem politik dan ekonomi dunia yang tidak berpihak kepada kaum miskin,” ujarnya.
Kapitalisme modern terutama madzhab neo-liberal, tegas Din, telah menciptakan kesenjangan sosial, sehingga yang kaya makin kaya dan miskin semakin miskin.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam mengentaskan kemiskinan dunia, memang agama perlu meningkatkan perannya dengan nilai-nilai etika dinamis, tapi mutlak perlu adanya sistem ekonomi ke arah yang berkeadilan.
“Memang kita perlu memacu pertumbuhan dalam perekonomian nasional tapi kita tidak bisa mengabaikan keadilan dan pemerataan,” jelasnya.
Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa orientasi pembangunan ekonomi yang lebih berat kepada pertumbuhan telah meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran.
Dalam bidang pertanian, misalnya, industrialisasi telah menggusur lahan-lahan pertanian dan pengabaian negara untuk memberikan proteksi kepada para petani telah menyebabkan mereka terpaksa jadi buruh tani.
Selain itu, Din juga mendorong agama-agama untuk mengembangkan teologi kemiskinan dan berbuat nyata dalam pengentasan kemiskinan. (Mimie)
Demikian Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan kepada Indonesia Ontime mengenai ceramahnya di Center for Faith and Culture, Yale Divinity School, dengan topic “Love, Religion, and World Proverty” di Yale University, Amerika Serikat, awal pekan ini.
Walaupun demikian, menurut Din, agama juga ikut andil dalam menciptakan kemiskinan itu. Kegagalan agama untuk memberikan etika profetik bagi pembebasan diri dari kemiskinan.
Din mengatakan, kemiskinan di dunia selain bersifat kultural juga bersifat struktural. “Yang pertama dipengaruhi agama, yang kedua karena sistem politik dan ekonomi dunia yang tidak berpihak kepada kaum miskin,” ujarnya.
Kapitalisme modern terutama madzhab neo-liberal, tegas Din, telah menciptakan kesenjangan sosial, sehingga yang kaya makin kaya dan miskin semakin miskin.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam mengentaskan kemiskinan dunia, memang agama perlu meningkatkan perannya dengan nilai-nilai etika dinamis, tapi mutlak perlu adanya sistem ekonomi ke arah yang berkeadilan.
“Memang kita perlu memacu pertumbuhan dalam perekonomian nasional tapi kita tidak bisa mengabaikan keadilan dan pemerataan,” jelasnya.
Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa orientasi pembangunan ekonomi yang lebih berat kepada pertumbuhan telah meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran.
Dalam bidang pertanian, misalnya, industrialisasi telah menggusur lahan-lahan pertanian dan pengabaian negara untuk memberikan proteksi kepada para petani telah menyebabkan mereka terpaksa jadi buruh tani.
Selain itu, Din juga mendorong agama-agama untuk mengembangkan teologi kemiskinan dan berbuat nyata dalam pengentasan kemiskinan. (Mimie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar