(Jakarta) – Fenomena partai ‘populer’ belum tentu selaras dengan popularitas sang ketua umum. Masyarakat bahkan masih bingung memaknai siapa sebenarnya ketua umum parpol tersebut, bahkan muka lama pun masih dianggap sebagai ketua umum parpol. Ini terbukti munculnya nama Akbar Tanjung yang bersaing cukup ketat dengan Jusuf Kalla dalam popularitas ketua umum parpol.
Berdasarkan survei nasional II yang diselenggarakan Indonesia Research Development Institute (IRDI) pada 2600 responden, menghasilkan 43,58 persen responden menyebutkan JK sebagai Ketua Umum Golkar, disusul Akbar Tanjung 36,73 persen.
“Bahkan nama Agung Laksono juga muncul sebanyak 10,34 persen dan responden yang tidak tahu 9,65 persen,” jelas Direktur Eksekutif IRDI Nofrida Mandica di Jakarta, hari ini (31/7).
Popularitas mayoritas untuk ketua umum PDIP didominasi oleh Megawati 80,58 persen, sedangkan Pramono Anung 4,85 persen, Taufik Kiemas 4,62 persen dan yang tidak tahu 9,96 persen.
Namun, popularitas ketua umum tidak terjadi di PKS, responden menyatakan Hidayat Nurwahid sebagai pimpinan dan mampu meraih suara signifikan 60,88 persen jauh meninggalkan Tifatul Sembiring yang hanya 10,15 persen. Sedangkan Nur Mahmudi Ismail 9,73 persen dan yang tidak tahu 9,96 persen.
Sedangkan untuk PAN, sebanyak 58,23 persen menyatakan Amien Rais sebagai ketuanya, disusul Sutrisno Bachir 24,96 persen, Hatta Radjasa 3,77 persen, dan tidak tahu 13,04 persen.
Hamzah Haz terpopuler sebagai ketua umum PPP, sebanyak 62,15 persen, sang peragawan politik Bachtiar Chamsyah meski sudah beredar iklan-iklannya hanya meraih 10,50 persen, dan Suryadharma Ali 9,88 persen, untuk yang tidak tahu 17,46 persen.
Popularitas SBY selain presiden juga dikenal sebagai ketua umum Partai Demokrat, sebanyak 67,65 persen, Hadi Utomo 10,58 persen, Subur Budi Santoso 7,69 persen, yang tidak tahu 14,08 persen.
“Penyerapan informasi masih timpang, terhadap siapa ketua umum dari sebuah parpol, juga ada semacam asosiasi kultural yang menganggap ketua umum partai pasti menjabat sebagai presiden, padahal belum tentu ketua partai bisa jadi presiden,” papar Nofrida.
Untuk PDI-P, misalnya, Nofrida menilai masyarakat mengetahui Megawati adalah ketua umum dari PDI-P, akan tetapi ini bisa menjadi bumerang untuk Megawati.
“Karena Megawati dianggap telat melakukan regenerasi, karena sampai saat ini belum ada figur lain yang bisa dianggap pantas jadi ketua umum,” pungkasnya. (Willy/Mimie)
Berdasarkan survei nasional II yang diselenggarakan Indonesia Research Development Institute (IRDI) pada 2600 responden, menghasilkan 43,58 persen responden menyebutkan JK sebagai Ketua Umum Golkar, disusul Akbar Tanjung 36,73 persen.
“Bahkan nama Agung Laksono juga muncul sebanyak 10,34 persen dan responden yang tidak tahu 9,65 persen,” jelas Direktur Eksekutif IRDI Nofrida Mandica di Jakarta, hari ini (31/7).
Popularitas mayoritas untuk ketua umum PDIP didominasi oleh Megawati 80,58 persen, sedangkan Pramono Anung 4,85 persen, Taufik Kiemas 4,62 persen dan yang tidak tahu 9,96 persen.
Namun, popularitas ketua umum tidak terjadi di PKS, responden menyatakan Hidayat Nurwahid sebagai pimpinan dan mampu meraih suara signifikan 60,88 persen jauh meninggalkan Tifatul Sembiring yang hanya 10,15 persen. Sedangkan Nur Mahmudi Ismail 9,73 persen dan yang tidak tahu 9,96 persen.
Sedangkan untuk PAN, sebanyak 58,23 persen menyatakan Amien Rais sebagai ketuanya, disusul Sutrisno Bachir 24,96 persen, Hatta Radjasa 3,77 persen, dan tidak tahu 13,04 persen.
Hamzah Haz terpopuler sebagai ketua umum PPP, sebanyak 62,15 persen, sang peragawan politik Bachtiar Chamsyah meski sudah beredar iklan-iklannya hanya meraih 10,50 persen, dan Suryadharma Ali 9,88 persen, untuk yang tidak tahu 17,46 persen.
Popularitas SBY selain presiden juga dikenal sebagai ketua umum Partai Demokrat, sebanyak 67,65 persen, Hadi Utomo 10,58 persen, Subur Budi Santoso 7,69 persen, yang tidak tahu 14,08 persen.
“Penyerapan informasi masih timpang, terhadap siapa ketua umum dari sebuah parpol, juga ada semacam asosiasi kultural yang menganggap ketua umum partai pasti menjabat sebagai presiden, padahal belum tentu ketua partai bisa jadi presiden,” papar Nofrida.
Untuk PDI-P, misalnya, Nofrida menilai masyarakat mengetahui Megawati adalah ketua umum dari PDI-P, akan tetapi ini bisa menjadi bumerang untuk Megawati.
“Karena Megawati dianggap telat melakukan regenerasi, karena sampai saat ini belum ada figur lain yang bisa dianggap pantas jadi ketua umum,” pungkasnya. (Willy/Mimie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar