(Jakarta) - Asosiasi Perusahahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai nasionalisasi lapangan migas Indonesia yang dikelola perusahaan asing akan mempercepat swasembada energi dan pangan, sekaligus mengurangi beban APBNP.
Menurut ketua Aspermigas Effendi Siradjudin, saat ini 80 persen produksi migas nasional yang sebesar 910 ribu barrel per hari masih didominasi perusahaan migas asing. “Hampir 50 persennya dibawa kembali oleh perusahaan asing sebagai bagian production sharing and cost recovery,” kata Effendy usai diskusi migas di Gedung DPD, Jakarta, Senin (21/7).
Effendi menjelaskan, dengan nasionalisasi, Indonesia juga akan mampu mengurangi kerawanan pasokan BBM akibat terlalu tergantungnya kondisi BBM nasional pada pasokan impor. “Saat ini 70 persen kebutuhan BBM nasional atau lebih dari 800 ribu barel per hari berasal dari impor,” urai Effendi.
Effendi menambahkan, saat ini juga telah terjadi tren yang signifikan tentang bagaimana negara penghasil minyak berusaha mengamankan pasokan energinya untuk kesejahteraan rakyat melalui nasionalisasi dan renegosiasi kontrak migas.
Contohnya, lanjut Effendi, banyak lapangan migas yang dikuasai oleh multi nasional cooperation, seperti Chevron, Exxon, Shell, dan BP (British Petroleum) dinasionalisasi atau di renegosiasi kontrak oleh Aramco (Saudi Arabia), Petro beras (Brazil), PDVSA (Venezuela) dan Zasprompt (Rusia).
“Bahkan diramalkan di sektor migas hampir seluruh tambang migas di dunia pada tahun 2012 sudah dikelola oleh bangsa sendiri, maka nasionalisasi merupakan pilihan yang tepat bagi Indonesia sesuai perintah konstitusi pasal 33 UUD 1945,” pungkas Effendi. (Adi/Dhita)
Menurut ketua Aspermigas Effendi Siradjudin, saat ini 80 persen produksi migas nasional yang sebesar 910 ribu barrel per hari masih didominasi perusahaan migas asing. “Hampir 50 persennya dibawa kembali oleh perusahaan asing sebagai bagian production sharing and cost recovery,” kata Effendy usai diskusi migas di Gedung DPD, Jakarta, Senin (21/7).
Effendi menjelaskan, dengan nasionalisasi, Indonesia juga akan mampu mengurangi kerawanan pasokan BBM akibat terlalu tergantungnya kondisi BBM nasional pada pasokan impor. “Saat ini 70 persen kebutuhan BBM nasional atau lebih dari 800 ribu barel per hari berasal dari impor,” urai Effendi.
Effendi menambahkan, saat ini juga telah terjadi tren yang signifikan tentang bagaimana negara penghasil minyak berusaha mengamankan pasokan energinya untuk kesejahteraan rakyat melalui nasionalisasi dan renegosiasi kontrak migas.
Contohnya, lanjut Effendi, banyak lapangan migas yang dikuasai oleh multi nasional cooperation, seperti Chevron, Exxon, Shell, dan BP (British Petroleum) dinasionalisasi atau di renegosiasi kontrak oleh Aramco (Saudi Arabia), Petro beras (Brazil), PDVSA (Venezuela) dan Zasprompt (Rusia).
“Bahkan diramalkan di sektor migas hampir seluruh tambang migas di dunia pada tahun 2012 sudah dikelola oleh bangsa sendiri, maka nasionalisasi merupakan pilihan yang tepat bagi Indonesia sesuai perintah konstitusi pasal 33 UUD 1945,” pungkas Effendi. (Adi/Dhita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar