(Jakarta)- Kenaikan harga pangan diseluruh tak terlepas dari tingginya permintaan pangan dalam jumlah yang besar. Selain itu, alih fungsi pangan menjadi bahan biofuel juga menjadi penyebab kenaikan. Demikian disampaikan Pengamat Pertanian Nasional Bustanul Arifin, Senin (28/4).
”Krisis pangan ini gak bisa diprediksi, juga sangat berdampak pada kenaikan harga. Terutama dengan meningkatnya biofuel yang diproduksi dari bahan pangan,” kata Bustanul, pada Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) di gedung YTKI, Jakarta.
Menurutnya, berdasarkan data yang diperoleh, untuk produksi biofuel tahun 2007 adalah 11,79/ liter dan 43 persennya adalah dari kedelai. Biodiesel, 34 persennya dari minyak anola. Begitu juga Bioetanol 50 persen dari tebu dan 36 persennya dari jagung, akibatnya tahun 2008 ini harga pangan menjadi naik.
”Krisis pangan ini juga diakibatkan dari climate change, sehingga produksi jadi kacau. Gara-gara climate change data produksi jadi tidak akurat,” ujar Bustanul.
Dalam pandangan Bustanul, untuk ke depan yang harus dilakukan dalam menghadapi krisis ini adalah mencari pangan alternatif. ”Alternatif lain, pangan kan cukup berkembang. Dengan kenaikan beras, tiwul dapat menjadi alternatif,” ungkapnya.
Ditambahkan, akibat dari kenaikan harga pangan ini, juga berpengaruh pada inflasi. ”Dampaknya sangat luas. Era pangan murah sudah usai, saya melihat ke depan komoditas akan semakin naik, karena dunia akan memproduksi biofuel dalam jumlah yang besar. Meski biofuel menjadi energi alternatif yang murah, tetapi gak bisa 100 persen dipakai,” tandasnya.(Renny/Subhan Sektor Riil)
”Krisis pangan ini gak bisa diprediksi, juga sangat berdampak pada kenaikan harga. Terutama dengan meningkatnya biofuel yang diproduksi dari bahan pangan,” kata Bustanul, pada Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) di gedung YTKI, Jakarta.
Menurutnya, berdasarkan data yang diperoleh, untuk produksi biofuel tahun 2007 adalah 11,79/ liter dan 43 persennya adalah dari kedelai. Biodiesel, 34 persennya dari minyak anola. Begitu juga Bioetanol 50 persen dari tebu dan 36 persennya dari jagung, akibatnya tahun 2008 ini harga pangan menjadi naik.
”Krisis pangan ini juga diakibatkan dari climate change, sehingga produksi jadi kacau. Gara-gara climate change data produksi jadi tidak akurat,” ujar Bustanul.
Dalam pandangan Bustanul, untuk ke depan yang harus dilakukan dalam menghadapi krisis ini adalah mencari pangan alternatif. ”Alternatif lain, pangan kan cukup berkembang. Dengan kenaikan beras, tiwul dapat menjadi alternatif,” ungkapnya.
Ditambahkan, akibat dari kenaikan harga pangan ini, juga berpengaruh pada inflasi. ”Dampaknya sangat luas. Era pangan murah sudah usai, saya melihat ke depan komoditas akan semakin naik, karena dunia akan memproduksi biofuel dalam jumlah yang besar. Meski biofuel menjadi energi alternatif yang murah, tetapi gak bisa 100 persen dipakai,” tandasnya.(Renny/Subhan Sektor Riil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar