Mencermati atau membincangkan siapa yang bakal memimpin negeri ini ke depan tentu bukan persoalan aneh saat ini. Terlebih menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2009 mendatang. Wacana ini seperti tak habis untuk dibahas, dan terus menjadi pergulatan panjang. Siapapun orangnya, jika memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk membangun bangsa ini sepatutnya kita dukung.
Predikat pemimpin nasional memang manjadi persoalan bangsa ini. Bukan karena negeri ini kekeringan pemimpin, tapi persoalan yang sangat krusial adalah bagaimana mencetak pemimpin yang menjadi kebanggaan dan harapan rakyat masih cukup sulit dicari. Benarkah begitu? Sebenarnya, pemimpin seperti apakah yang paling dibutuhkan negeri ini, sehingga mampu membawa bangsa pada kegemilangan yang didamba.
Untuk menuju ke sana, ada beberapa hal penting yang harus dimiliki dan dituntut dari pemimpin tersebut, sehingga mampu menghadapi krisis yang tengah dihadapi bangsa ini. Persoalan integritas moral sehingga memiliki keberanian dalam menetapkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, adalah menjadi sangat penting dan nilai tertinggi. Selain tentunya, mampu mengendalikan perekonomian yang sedang menghadapi pukulan berat, adalah tugas lain yang tak kalah penting. Bahkan kalau boleh dibilang menjadi tolok –ukur suksesnya seorang pemimpin negeri ini.
Kemampuan dan sikap negarawan di atas, mutlak dan harus dimiliki setiap insan negeri ini jika ingin disebut dan menjadi pemimpin nasional. Namun, yang menjadi persoalan ketika keinginan dan mimpi itu hendak diwujudkan, bangsa ini seakan kehilangan kekuatannya untuk memunculkan mereka-mereka yang memiliki kapasitas itu. Persinggungan dan perbedaan tajampun terjadi manakala kandidat tersebut ada. Bahkan, tak sedikit yang menutup rapat- rapat ruang geraknya sehingga suaranya tak terdengar. Seperti tak memberi ruang pada dinamika dan proses regenerasi, calon pemimipin itupun lenyap bersama harapan dan mimpinya sendiri.
Ironis memang. Perbedaan tajam dan persinggungan tersebut, justru terkadang sengaja diciptakan, hingga melahirkan konflik yang mewarnai negeri ini. Kisruh di beberapa daerah dalam Pilkada adalah cerita nyata dan potret buram betapa rentannya negeri ini terhadap pertikaian. Bahkan, yang cukup mengejutkan beberapa lembaga pemerintah saat ini pun menunjukkan perangai yang sama. Masing-masing menunjukkan kekuatan dan arogansinya, lihat saja KPK dan DPR. Kedua lembaga ini menjadi contoh nyata betapa peliknya penyelesaian masalah yang berhubungan dengan intergritas moral dan kepercayaan. Meski untuk tujuan mulia memberantas korupsi, KPK harus berbesar hati juga menghadapi benturan. Selain itu, tak kalah menarik, MA dan BPK pun ikut-ikutan mewarnai. Terkait audit keuangan yang ingin dilakukan, kedua lembaga negara inipun terseret pada titik arogansi.
Menjelang pemilu dan pilpres 2009 dimana target utamanya adalah memilih calon presiden, masyarakat kini terus membaca, mengamati dan tentunya menanti. Siapa yang pantas menjadi pemimpin negeri ini. Munculnya nama-nama dan tokoh saat ini masih menyelipkan kecemasan yang mendalam. Sekedar mengingatkan, sudah berfungsikah mereka yang menamakan wakil rakyat sebagai simbol keterwakilan. Atau sudah maksimalkah para penguasa dan politisi yang kini menjalankan roda pemerintahan ini untuk menjawab regenerasi itu. Mampukah, partai politik membawa bangsa ini kepada proses pembelajaran, sehingga kita tidak terus terpuruk pada permainan politik yang tak kunjung mereda? Sejauh ini masih manjadi pertanyaan besar. Jadi, siapa yang bakal memimpin negeri ini, memang tidak tabu dan aneh untuk dibahas. (Editorial 28 April 2008)
Predikat pemimpin nasional memang manjadi persoalan bangsa ini. Bukan karena negeri ini kekeringan pemimpin, tapi persoalan yang sangat krusial adalah bagaimana mencetak pemimpin yang menjadi kebanggaan dan harapan rakyat masih cukup sulit dicari. Benarkah begitu? Sebenarnya, pemimpin seperti apakah yang paling dibutuhkan negeri ini, sehingga mampu membawa bangsa pada kegemilangan yang didamba.
Untuk menuju ke sana, ada beberapa hal penting yang harus dimiliki dan dituntut dari pemimpin tersebut, sehingga mampu menghadapi krisis yang tengah dihadapi bangsa ini. Persoalan integritas moral sehingga memiliki keberanian dalam menetapkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, adalah menjadi sangat penting dan nilai tertinggi. Selain tentunya, mampu mengendalikan perekonomian yang sedang menghadapi pukulan berat, adalah tugas lain yang tak kalah penting. Bahkan kalau boleh dibilang menjadi tolok –ukur suksesnya seorang pemimpin negeri ini.
Kemampuan dan sikap negarawan di atas, mutlak dan harus dimiliki setiap insan negeri ini jika ingin disebut dan menjadi pemimpin nasional. Namun, yang menjadi persoalan ketika keinginan dan mimpi itu hendak diwujudkan, bangsa ini seakan kehilangan kekuatannya untuk memunculkan mereka-mereka yang memiliki kapasitas itu. Persinggungan dan perbedaan tajampun terjadi manakala kandidat tersebut ada. Bahkan, tak sedikit yang menutup rapat- rapat ruang geraknya sehingga suaranya tak terdengar. Seperti tak memberi ruang pada dinamika dan proses regenerasi, calon pemimipin itupun lenyap bersama harapan dan mimpinya sendiri.
Ironis memang. Perbedaan tajam dan persinggungan tersebut, justru terkadang sengaja diciptakan, hingga melahirkan konflik yang mewarnai negeri ini. Kisruh di beberapa daerah dalam Pilkada adalah cerita nyata dan potret buram betapa rentannya negeri ini terhadap pertikaian. Bahkan, yang cukup mengejutkan beberapa lembaga pemerintah saat ini pun menunjukkan perangai yang sama. Masing-masing menunjukkan kekuatan dan arogansinya, lihat saja KPK dan DPR. Kedua lembaga ini menjadi contoh nyata betapa peliknya penyelesaian masalah yang berhubungan dengan intergritas moral dan kepercayaan. Meski untuk tujuan mulia memberantas korupsi, KPK harus berbesar hati juga menghadapi benturan. Selain itu, tak kalah menarik, MA dan BPK pun ikut-ikutan mewarnai. Terkait audit keuangan yang ingin dilakukan, kedua lembaga negara inipun terseret pada titik arogansi.
Menjelang pemilu dan pilpres 2009 dimana target utamanya adalah memilih calon presiden, masyarakat kini terus membaca, mengamati dan tentunya menanti. Siapa yang pantas menjadi pemimpin negeri ini. Munculnya nama-nama dan tokoh saat ini masih menyelipkan kecemasan yang mendalam. Sekedar mengingatkan, sudah berfungsikah mereka yang menamakan wakil rakyat sebagai simbol keterwakilan. Atau sudah maksimalkah para penguasa dan politisi yang kini menjalankan roda pemerintahan ini untuk menjawab regenerasi itu. Mampukah, partai politik membawa bangsa ini kepada proses pembelajaran, sehingga kita tidak terus terpuruk pada permainan politik yang tak kunjung mereda? Sejauh ini masih manjadi pertanyaan besar. Jadi, siapa yang bakal memimpin negeri ini, memang tidak tabu dan aneh untuk dibahas. (Editorial 28 April 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar