EH, INI JANGAN DI UPLOAD YA. UDAH SAYA UPLOAD. EDITORIAL 15/5 YA
PERNYATAAN Wapres Jusuf Kalla: “Jika pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), berarti melanggar UU APBN-Perubahan”, sungguh beresiko, sekaligus menggelikan.
Beresiko, karena Wapres mungkin ingin menunjukkan pemerintah taat aturan. Tetapi, saat yang bersamaan, pemerintah justru sudah beberapa tahun ini melanggar undang-undang. Sejak Kabinet Indonesia Bersatu terbentuk pada 2004, secara sadar pemerintah melanggar konstitusi dengan tidak mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan.
Bayangkan, sudah beberapa tahun ini pemerintah, tidak saja melanggar UU APBN-Perubahan, tetapi sudah melanggar UUD 1945. Ya, konstitusi kita jelas-jelas mengamanatkan agar pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN, tetapi itu tidak dijalankan dengan berbagai alasan pembenarnya.
Menggelikan. Ya, sepertinya pemerintah sudah kehabisan amunisi untuk menjelaskan kepada publik, betapa harga bahan bakar minyak harus dinaikkan, karena membengkaknya subsidi akan sangat memberatkan kocek pemerintah. Itu artinya, akan banyak pos pembangunan yang tidak bisa dibiayai, dan pada gilirannya membuat pemerintah kelimpungan.
Dari hitung-hitungan yang dikemukakan Wapres pada HUT-nya yang ke-66, Kamis (15/5) itu, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM, subsidi BBM bakal mencapai Rp250 triliun. Ironisnya, karena dari subsidi untuk menutupi kenaikan harga minyak dunia itu, kata Wapres, 80 persen dinikmati orang-orang mampu, sedangkan rakyat miskin hanya 20 persen.
Katakanlah angka yang dilansir Wapres tersebut, masih perlu diperdebatkan, dan faktanya memang masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, tentu tetap tidak perlu ada pernyataan ‘pemerintah melanggar UU kalau tidak menaikkan harga BBM’ itu.
Karena, sesungguhnya pemerintah memiliki otoritas untuk menentukan harga bahan bakar nasional, dan bahkan tanpa perlu persetujuan DPR. Apalagi, karena sebenarnya secara kolektivitas kalangan dewan sudah menyetujui kenaikan harga BBM dalam negeri, dengan mengesahkan APBN-P yang mengubah asumsi subsidi BBM.
Memang, setiap kebijakan harus memperhitungkan dampaknya di masyarakat. Tetapi, yang patut diingat, keputusan apa pun yang diambil, menaikkan atau tidak menaikkan harga BBM, pastilah banyak yang tidak puas, dan sebaliknya tidak sedikit juga yang puas. Pro dan kontra terhadap sebuah keputusan penting, pastilah muncul. Dan bukankah itu hal biasa?.
Jadi, jangan lagi mengeluarkan pernyataan yang terkesan hanya berkilah, apalagi sampai beresiko, sekaligus menggelikan. Sepanjang semuanya sudah dikaji secara mendalam, dengan berbagai pertimbangan matang, silahkan pemerintah mengambil keputusan. Kita percaya apa pun bentuknya, pastilah semuanya diputuskan demi untuk kemaslahatan rakyat banyak.
15 Mei 2008
Yang Beresiko dari Jusuf Kalla...
Posting Time
3:38:00 PM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar