(Jakarta) - Pandangan generasi muda terhadap masalah kebangsaan, pluralitas dan kepemimpinan nasional sangat menurun. Hal tersebut berdasarkan hasil survai Setara institute for democracy and Peace, yang dilakukan pada 6-30 Mei 2008 diwilayah Jakarta, Bekasi, Depok,dan Tanggerang kepada 800 responden yang berusia 17-22 tahun.
Ketua badan pengurus Setara Institute Hendardi menyatakan sebenarnya toleransi sosial kaum muda sangat kuat, namun modal toleransi tersebut tidaklah berkembang.
“Itu dikarenakan para penyelenggara negara dan partai politik tidak menjalankan fungsinya dengan baik,” kata Hendardi di Hotel Century Atlet, Jakarta (4/6).
Menurut Hendardi, sedikitnya transpormasi nilai-nilai pancasila, pola pendidikan dan keterbatasan teladan dari penyelenggara negara juga mempengaruhi minimnya toleransi generasi muda.
Seharusnya, lanjut Hendardi, pemerintah memberikan pendidikan kewarganegaraan yang baik, pemahaman ideologi pancasila, dan ruang- ruang konstruktif bagi peningkatan kebangsaan.
Masih berdasarkan survai, konflik dan kekerasan yang bernuansa agama, kata Hendardi, bukan karena kebencian antar umat beragama. Tetapi, lebih dipicu oleh adanya provokasi pihak-pihak tertentu (external) dan keberadaan masyarakat yang bingung akibat panduan berbangsa dan bernegara yang kurang efektif.
Sementara itu, menanggapi masalah pluralitas, Guru Besar Universitas Islam Nasional (UIN) Musda Mulia menyatakan pemerintah juga harus fokus dalam memperhatikan masalah pluralitas dan segala perbedaan yang ada. “Jangan sampai masalah perbedaan tersebut menjadi konflik, seperti kasus FPI,” ujarnya. (Taupik)
Ketua badan pengurus Setara Institute Hendardi menyatakan sebenarnya toleransi sosial kaum muda sangat kuat, namun modal toleransi tersebut tidaklah berkembang.
“Itu dikarenakan para penyelenggara negara dan partai politik tidak menjalankan fungsinya dengan baik,” kata Hendardi di Hotel Century Atlet, Jakarta (4/6).
Menurut Hendardi, sedikitnya transpormasi nilai-nilai pancasila, pola pendidikan dan keterbatasan teladan dari penyelenggara negara juga mempengaruhi minimnya toleransi generasi muda.
Seharusnya, lanjut Hendardi, pemerintah memberikan pendidikan kewarganegaraan yang baik, pemahaman ideologi pancasila, dan ruang- ruang konstruktif bagi peningkatan kebangsaan.
Masih berdasarkan survai, konflik dan kekerasan yang bernuansa agama, kata Hendardi, bukan karena kebencian antar umat beragama. Tetapi, lebih dipicu oleh adanya provokasi pihak-pihak tertentu (external) dan keberadaan masyarakat yang bingung akibat panduan berbangsa dan bernegara yang kurang efektif.
Sementara itu, menanggapi masalah pluralitas, Guru Besar Universitas Islam Nasional (UIN) Musda Mulia menyatakan pemerintah juga harus fokus dalam memperhatikan masalah pluralitas dan segala perbedaan yang ada. “Jangan sampai masalah perbedaan tersebut menjadi konflik, seperti kasus FPI,” ujarnya. (Taupik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar