(Jakarta) – Sebanyak 62 pekerja kontrak Koperasi Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Forum Aliansi Pekerja Independen (SPFAPI) mengadukan nasib mereka yang terlunta-lunta ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).
Sebelumnya, pada 23 April 2008 Koperasi Pegawai RSPP melayangkan surat PHK secara sepihak kepada 62 pekerjanya. Dan ke-62 pekerja ini tidak terima begitu saja karena sebagian telah bekerja sejak tahun 1992.
Kemudian mereka menuntut PT. Pertamedika sebagai penanggungjawab pekerja seluruh
pegawai RS dibawah naungan pertamina, RSPP sebagai tempat pekerja dipekerjakan dan Koperasi Pegawai RSPP sebagai pihak yang merekrut 62 pekerja ini ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Pengadilan (PPHI) Jakarta Selatan.
Pada 6 Mei 2008, PPHI memenangkan gugatan Serikat Pekerja FAPI. PPHI memutuskan PT. Pertamedika, RSPP dan Koperasi Pegawai untuk mengangkat 62 pekerja tersebut sebagai pegawai tetap. Namun, pihak RSPP tidak menggubris putusan PPHI tersebut. Ketika diadukan ke Komnas HAM pun tidak digubris.
Serikat Pekerja FAPI pun pantang mundur, pada 10 Juni 2008 menempuh jalur hukum yang lebih tinggi ke tingkat PN Jakpus untuk menindaklanjuti kasus ini guna melakukan Anmanning dan Eksekusi paksa kepada ketiga pihak yang terkait untuk segera melaksanakan hasil putusan PPHI.
“Tapi kita terbentur biaya sebesar Rp 8,6 juta untuk Anmanning dan Eksekusi Paksa,” ujar Ketua Serikat Pekerja FAPI Imron Hakim di Gedung Depnakertrans Jakarta, Senin (28/7).
Imron mengaku telah melayangkan surat pengaduan sampai ke tingkat presiden. Namun, baru dua menteri yang merespon yakni menkes dan menakertrans.
“Makanya kita ke Depnaker untuk mengadu dan kita diterima sama Dirjen PPHI Mira Maria Hamataning dan Menkes belum pasti dijadwalkan kapan, tapi yang jelas menkes mau ketemu,” kata dia.
Saat ini, menurutnya pihak Depnakertrans sedang membuat surat panggilan untuk ketiga belah pihak, yaitu PT Pertamedika, RSPP, dan Koperasi Pegawai. Selain itu, para pekerja ini menuntut agar dipekerjakan kembali dan dibayarkan gaji mereka selama 3 bulan. (Ulfa)
Sebelumnya, pada 23 April 2008 Koperasi Pegawai RSPP melayangkan surat PHK secara sepihak kepada 62 pekerjanya. Dan ke-62 pekerja ini tidak terima begitu saja karena sebagian telah bekerja sejak tahun 1992.
Kemudian mereka menuntut PT. Pertamedika sebagai penanggungjawab pekerja seluruh
pegawai RS dibawah naungan pertamina, RSPP sebagai tempat pekerja dipekerjakan dan Koperasi Pegawai RSPP sebagai pihak yang merekrut 62 pekerja ini ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Pengadilan (PPHI) Jakarta Selatan.
Pada 6 Mei 2008, PPHI memenangkan gugatan Serikat Pekerja FAPI. PPHI memutuskan PT. Pertamedika, RSPP dan Koperasi Pegawai untuk mengangkat 62 pekerja tersebut sebagai pegawai tetap. Namun, pihak RSPP tidak menggubris putusan PPHI tersebut. Ketika diadukan ke Komnas HAM pun tidak digubris.
Serikat Pekerja FAPI pun pantang mundur, pada 10 Juni 2008 menempuh jalur hukum yang lebih tinggi ke tingkat PN Jakpus untuk menindaklanjuti kasus ini guna melakukan Anmanning dan Eksekusi paksa kepada ketiga pihak yang terkait untuk segera melaksanakan hasil putusan PPHI.
“Tapi kita terbentur biaya sebesar Rp 8,6 juta untuk Anmanning dan Eksekusi Paksa,” ujar Ketua Serikat Pekerja FAPI Imron Hakim di Gedung Depnakertrans Jakarta, Senin (28/7).
Imron mengaku telah melayangkan surat pengaduan sampai ke tingkat presiden. Namun, baru dua menteri yang merespon yakni menkes dan menakertrans.
“Makanya kita ke Depnaker untuk mengadu dan kita diterima sama Dirjen PPHI Mira Maria Hamataning dan Menkes belum pasti dijadwalkan kapan, tapi yang jelas menkes mau ketemu,” kata dia.
Saat ini, menurutnya pihak Depnakertrans sedang membuat surat panggilan untuk ketiga belah pihak, yaitu PT Pertamedika, RSPP, dan Koperasi Pegawai. Selain itu, para pekerja ini menuntut agar dipekerjakan kembali dan dibayarkan gaji mereka selama 3 bulan. (Ulfa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar