| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

05 Juli 2008

Gunung Argopuro, Gunung Bersejarah

Gunung Argopuro merupakan sebuah gunung berapi mati yang terletak di kabupaten Situbondo, kabupaten Probolinggo,Jawa Timur. Ketinggiannya mencapai 3088 m dari permukaan laut, dan terletak di antara Gunung Semeru dan Gunung Raung. Ada beberapa puncak yang dimiliki oleh gunung ini. Puncak yang terkenal bernama Puncak Rengganis/Gunung Welirang berada di wilayah Kabupaten Situbondo. Sedangkan puncak tertingginya berada pada jarak ± 200 m di arah selatan puncak Rengganis. Puncak tertinggi ini bernama Minak Jinggo/Puncak Argopuro dan ditandai dengan sebuah tugu ketinggian (triangulasi P. 833) yang merupakan bagian dari "Die Triangulation von Java" yang dilaksanakan oleh Dr. Oudemans pada 1897 dan merupakan salah satu batas Kabupaten antara Situbondo dan Probolinggo.

Konon, pada masa kejayaan kerajaan Majapahit di pelataran puncak Argopuro (3.088 mdpl) berdiri sebuah istana megah. Istana ini lengkap dengan segala atribut, balatentara, dayang-dayang, hewan ternak bahkan sampai taman-taman yang indah. Kesemuanya itu dibangun demi memanjakan sang Dewi Rengganis yang merupakan seorang selir raja Majapahit. Meski hanya legenda, kehebatan Dewi Rengganis ternyata sangat dipercaya oleh masyarakat sekitar kawasan. Sebagai wujud kekaguman itu mereka menyebutnya dengan Gunung Argopuro, yang berasal kata arged dan puro yang merup[akan dari bahasa Madura yang berarti istana tertinggi.

Untuk mendaki Gunung Argopuro ada dua pintu masuk yang biasa digunakan, yaitu melalui desa Baderan, Besuki dan Bremi, Probolinggo. Dibutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai puncak jika melalui Baderan, karena jalurnya lebih panjang dan landai. Perjalanan dapat dimulai dari desa Bremi dan pulang melalui Baderan, ataupun sebaliknya.

Biasanya dibutuhkan waktu 5 hari 4 malam untuk melakukan pendakian. Namun jika ada yang sudah berpengalaman dapat ditempuh paling cepat dalam waktu 3 hari dua malam. Pendakian sebaiknya dimulai pada pagi hari dan berhenti pada malam hari. Mengingat alamnya yang berbentuk pegunungan, pendaki harus berjalan melingkar, naik turun beberapa bukit dan menyusuri beberapa punggungan. Karena itu perlu dipersiapkan fisik, kelengkapan alat dan cadangan makanan yang cukup selama perjalanan minimal untuk 3 hari. Pendaki biasanya memilih musim hujan untuk melakukan pendakian di gunung ini. Meskipun medannya menjadi lebih sulit karena licin, dan resiko digigit pacet/lintah cukup besar, tetapi kita akan mendapatkan pemandangan yang lebih indah dan lebih mudah menemukan sumber air serta terhindar dari bahaya kebakaran yang sering terjadi di pegunungan ini.

Jika kita memilih jalur Baderan, jalur yang akan ditempuh melalui rute ini cenderung landai dan hanya akan ditemui beberapa jalan sedikit menanjak. Tapi para pendaki harus cukup sabar melewati jalan-jalan yang panjang, sebelum mencapai tujuan Diperlukan waktu 15-18 jam untuk mencapai puncak.

Dari kantor perhutani, jalur menempuh jalan beraspal sepanjang kurang lebih 200 m serta sedikit menanjak untuk melewati jalan desa yang berbatu. Setelah sekitar 1 km berjalan, kita akan ditemui saluran irigasi kecil. Menyeberangi saluran air ini, maka perkebunan jagung akan mendominasi pemandangan sepanjang jalur pendakian. Jika sempat mampirlah ke salah satu petani jagung, yang biasanya adalah orang Madura dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Kemudian beristirahat di dangau kecil di tengah kebun jagung, sambil memandang hamparan perbukitan yang menghijau, diselingi oleh suara burung-burung dan kelakar monyet, adalah pengalaman yang tak kan terlupakan. Setelah itu jalur akan memasuki hutan sekunder, yang sudah mulai rusak setelah hampir 1,5 jam melewati perkebunan. Di sepanjang jalan, mungkin akan ditemui para penebang kayu, yang membawa potongan kayu di atas kepalanya. Suara Siamang, akan menjadi teman sepanjang perjalanan. Mata air akan ditemui, setelah sekitar 3 jam memasuki hutan. Mata air ini terletak posisi agak jauh ke bawah Di sini ada tanah yang cukup lapang untuk berkemah.

Jalur selanjutnya masih berupa hutan yang lebih rapat, setelah ± 3 jam berjalan, akan ditemui turunan yang menuju sebuah padang rumput yang cukup luas. Beberapa jenis burung dan babi hutan, terkandang melintasi padang rumput ini. Padang rumput ini biasa disebut alun-alun kecil.

Setelah melewati beberapa padang rumput dan hutan kecil selama ± 2,5 jam, akan ditemui sebuah sungai yang airnya jernih. Di sungai ini tumbuh tanaman selada air. Sungai ini berasal aliran sungai bawah tanah, dan diberi nama mata air Kolbu. Sedikit agak ke atas dari sungai, akan ditemui lapangan rumput lain yang amat luas, alun-alun Cikasur. Alun-alun Cikasur adalah adalah padang rumput bergelombang yang amat luas. Lapangan ini dulunya adalah bekas lapangan terbang Belanda pada penjajahan. Di sini akan ditemui sebuah pondok kecil untuk beristirahat para pendaki. Di Belakang pondok ini, ada sisa-sisa bangunan peninggalan Belanda. Suara burung dan ayam hutan, menjadi musik sepanjang siang dan malam di sini. Air juga mudah didapat pada tempat ini, karena mata air Kolbu terletak tak jauh dari pondok pendaki.

Pos Cisentor akan dicapai, setelah perjalanan selama ± 3 jam dengan rute yang agak melingkar melewati beberapa padang rumput, dan hutan pada punggungan bukit, yang sebagian besar rusak karena terbakar. Sebuah sungai yang alirannya cukup besar, menandai keberadaan pos Cisentor. Cisentor adalah persimpangan antara jalur Baderan dan Bremi.

Dari Cisentor menuju pos selanjutnya, Rawa Embik, diperlukan waktu ± 2,5 jam. Jalur yang dilalui berupa sisa hutan terbakar di beberapa punggungan bukit, kali mati dan taman edelweiss yang sudah tua. Di Rawa embik ada sumber air yang berupa sungai kecil. Jika beruntung, mungkin akan ditemui burung merak di sini.

Untuk mencapai puncak dari Rawa Embik, diperlukan waktu kurang dari 1,5 jam. Jalur yang dilewati masih berupa punggungan-punggungan bukit, dengan hutannya yang habis terbakar. Sebelum puncak, akan ditemui beberapa buah batu besar dan sebuah persimpangan. Kearah kanan menuju puncak tertinggi, ke arah kiri menuju puncak Rengganis.

Sedangkan jika kita memilih jalur Bremi, jalur ini lebih terjal dibandingkan jalur Baderan dan lebih mudah menemukan sumber air. Banyak sekali punggungan bukit yang harus disusuri, sehingga pendaki harus mempersiapkan dirinya naik turun bukit yang medannya lumayan berat. Lama perjalan melalui jalur ini diperkirakan 12-15 jam.

Setelah melewati jalan kampung yang berbatu dari pintu masuk, akan ditemui perkebunan kopi dan damar. Lalu jalur melewati hutan hujan tropis yang basah dengan beberapa kali kecil. Pada musim penghujan, akan banyak ditemui pacet/lintah. Hewan penghisap darah ini banyak terdapat di dahan-dahan pohon. Setelah ± 3,5 jam perjalanan akan di temui sebuah pertigaan. Dimana ke arah kanan menuju Danau Taman Hidup dan lurus terus menuju puncak. Para pendaki biasanya sering bermalam di sini, untuk menikmati keindahan pemandangan dari danau ini. Dari danau Taman Hidup, medan yang ditempuh berupa hutan hujan tropis yang basah dan punggungan bukit. Pos selanjutnya yang akan ditemui adalah Kali Putih. Pos ditandai dengan sebuah kali kecil didekatnya. Pos ini tidak terlalu luas, sehingga kurang nyaman untuk berkemah. Lama waktu yang dieperlukan dari Danau ke Kali putih sekitar ± 3.5 jam

Setelah pos Kali Putih, pos yang akan ditemui selanjutnya adalah Cisentor. Punggungan bukit yang berisi hutan terbakar dan tanaman roboh, masih akan ditemui sepanjang perjalanan. Pendaki juga harus melewati semak-semak rapat yang berupa tanaman rumput setinggi ± 2 meter. Perjalanan menuju Cisentor diperkirakan ± 3,5 jam. Dari Cisentor perjalanan dapat dilanjutkan menuju Rawa Embik dan akhirnya ke puncak. Puncak yang amat menarik karena disana akan ditemui susunan batu yang dipercaya sebagai petilasan seorang dewi pada masa lampau. Di depan susunan batu ada sebuah jurang yang cukup dalam, seperti tempat untuk melemparkan persembahan. Sebelum puncak akan ditemui sisi bangunan yang terletak di dekat kawah. Pemandangan dipagi dan sore hari merupakan kenangan dari Gunung Argopuro yang akan sulit untuk dilupakan.(iwan)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Damu pa kmu to?.. Nano ni klase blog man?