| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

24 Juli 2008

KPU Pusat dan KPUD Beda Interpretasi Konsep Pemilih

(Jakarta) – Perbedaan interpretasi yang berbeda antara KPU Pusat dengan KPU Daerah dalam menggunakan konsep pemilih menjadi potensi terjadinya masalah dalam penetapan daftar pemilih.

Demikian disampaikan election program manager National Democratic Institute (NDI) Anastasia Soeryadi dalam diskusi 'Persiapan Pendaftaran Pemilih untuk Pemilu 2009' di Kafe Mario's Places, Jakarta, Kamis (24/7).

“Jika menggunakan konsep dejure berarti pemilih yang terdaftar sebagai pemilih berdasarkan KTP-nya, sedangkan Defacto berarti semua yang berada disuatu wilayah didata sebagai pemilih. KPUD-KPUD dibebaskan untuk menggunakan yang mana. Dengan sumber data yang digunakan berbeda maka akan menimbulkan masalah, nantinya akan ada klaim dari masyarakat yang tidak terdaftar,” kata Anastasia.

Sementara itu, anggota KPU Sri Nuryanti menegaskan, idealnya data pemilih dengan menggunakan konsep de facto. “Pemilih yang didata yang kita potret disitu tapi tetap saja untuk proses administrasinya kita gunakan KTP. Kita belum bisa tentukan, apa de facto atau de jure. Kita tanya ke adminduk pun mereka belum bisa jawab,” ungkap Yanti.

Pada kesempatan yang sama, Ketua KPUD Yogyakarta Miftahul Alfin menyatakan, untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya membuat petunjuk teknis bagi PPK dan PPS. “Mereka mendatangi dari satu rumah ke rumah yang lain, kalau ada terdaftar karena memiliki KTP Yogyakarta, namun dia sudah tidak tinggal di situ maka dia termasuk pada pemilih yang faktual,” jelasnya.

Selain pemilih faktual, imbuh Alfin, ada juga pemilih yang belum terdaftar karena mereka tidak memiliki KTP tapi tinggal di Yogyakarta, mereka juga didaftar. “Semuanya kami laporkan ke KPU sebelum penetapan daftar pemilih tetap,” tukas Alfin. (Nurseffi)

Tidak ada komentar: