(Jakarta) – Tokoh Pers Nasional Jaafar Assegaf menyatakan pers yang kebablasan dalam pencarian berita bisa diancam hukuman jika melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Contohnya masuk pekarangan orang karena mau mencari berita, itu juga ada hukumannya, jadi dalam negara hukum dan masyarakat beradab sangat dihargai HAM itu,” ujar Jaafar kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (23/7).
Jaafar mengatakan, di negara lain seperti Jerman tidak ada wartawan yang tidak dapat pendidikan. “Di Jerman tidak wartawan yang tidak dilatih, jadi wartawan harus dapat pendidikan,” kata Jaafar.
Etika wartawan, lanjut Jaafar, harus dijaga dengan memberi keterampilan akan prinsip terpuji dalam menjaga harkat martabat manusia. “Hendaknya dengan lapang dada wartawan memandang pasal ini sebagai penjahat limit interaksi dalam suatu negara yang beradab yang tidak saling memaki dan punya sopan santun,” terang Jaafar.
Ketika ditanyakan tentang pemberlakuan hukum perdata, bukan pidana atas pemberitaan seperti pencemaran nama baik di beberapa negara, Jaafar menegaskan bahwa hal itu tidak bisa diteraakan di Indonesia.
“Kita tidak bisa menerapkan suatu hal yang sama dari negara lain untuk negara kita, tentu punya aturan dan dasar hukum masing-masing,” jelas Jaafar.
Pasal-pasal yang dimaksud adalah pasal 310 ayat (1) yang berisi “pidana penjara paling lama sembilan bulan atau”, pasal 310 ayat (2) sepanjang kalimat “pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau,” , pasal 311 ayat (1) sepanjang kalimat “dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, pasal 316, dan pasal 207 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan pasal 27 ayat 1, pasal 28e dan pasal 28f UUD 1945 yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, untuk itu wartawan meminta MK uji KUHP terhadap UUD 1945 yang dinilai lex certa. (Mimie/Dhita)
“Contohnya masuk pekarangan orang karena mau mencari berita, itu juga ada hukumannya, jadi dalam negara hukum dan masyarakat beradab sangat dihargai HAM itu,” ujar Jaafar kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (23/7).
Jaafar mengatakan, di negara lain seperti Jerman tidak ada wartawan yang tidak dapat pendidikan. “Di Jerman tidak wartawan yang tidak dilatih, jadi wartawan harus dapat pendidikan,” kata Jaafar.
Etika wartawan, lanjut Jaafar, harus dijaga dengan memberi keterampilan akan prinsip terpuji dalam menjaga harkat martabat manusia. “Hendaknya dengan lapang dada wartawan memandang pasal ini sebagai penjahat limit interaksi dalam suatu negara yang beradab yang tidak saling memaki dan punya sopan santun,” terang Jaafar.
Ketika ditanyakan tentang pemberlakuan hukum perdata, bukan pidana atas pemberitaan seperti pencemaran nama baik di beberapa negara, Jaafar menegaskan bahwa hal itu tidak bisa diteraakan di Indonesia.
“Kita tidak bisa menerapkan suatu hal yang sama dari negara lain untuk negara kita, tentu punya aturan dan dasar hukum masing-masing,” jelas Jaafar.
Pasal-pasal yang dimaksud adalah pasal 310 ayat (1) yang berisi “pidana penjara paling lama sembilan bulan atau”, pasal 310 ayat (2) sepanjang kalimat “pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau,” , pasal 311 ayat (1) sepanjang kalimat “dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, pasal 316, dan pasal 207 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan pasal 27 ayat 1, pasal 28e dan pasal 28f UUD 1945 yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, untuk itu wartawan meminta MK uji KUHP terhadap UUD 1945 yang dinilai lex certa. (Mimie/Dhita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar