(Jakarta) - Kuasa hukum PT Pos Indonesia Stefanus Gunawan meminta salinan Berita Acara Perkara (BAP) kepada tim penyidik kejaksaan Agung.
“Pada prinsipnya klien saya (Pegawai PT Pos Indonesia yang tersangkut korupsi non bujeter) tidak masalah penggeledahan kemarin asalkan sesuai aturan hukum yang berlaku, yaitu harus ada surat izin dari pengadilan,” kata Stefanus kepada wartawan di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Rabu (@3/7).
Stefanus mengatakan, hal itu sesuai pasal 33 dan pasal 38 KUHAP. “Tapi kemarin tim penyidik tidak membawa surat izin, itulah yang disesalkan klien kami,” ujar Stefanus.
Selain itu, lanjut Stefanus, tim kuasa hukum PT Pos Indonesia juga berencana akan membawa masalah ini ke gugatan pra-pradilan di PN Jakarta Selatan dalam waktu dekat serta akan membawa beberapa pointer seperti terbitnya surat perintah penyidikan baru.
“Kasus ini ini kan sudah diajukan Januari 2008, klien saya Hana Suryana (Dirut PT Pos Indonesia) juga sudah dimintai keterangannya bahwa kepala wilayah pos itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, kalau memang tim penyidik mau mengembangkan kasus, jangan ada surat perintah baru, pakai saja yang lama,” tegas Stefanus.
Selain itu, Stefanus juga membantah adanya kuitansi fiktif yang dikatakan oleh tim penyidik jaksa agung. “Jadi menurut surat edaran nomor 41 tahun 2003, seandainya pihak eksternal tidak bersedia menandatangani kuitansi, maka PT Pos berhak menunjuk salah satu pegawainya untuk menandatangani, jadi itu bukan berarti fiktif, itu sudah kebijakan,” terang Stefanus. (Willy/Dhita)
“Pada prinsipnya klien saya (Pegawai PT Pos Indonesia yang tersangkut korupsi non bujeter) tidak masalah penggeledahan kemarin asalkan sesuai aturan hukum yang berlaku, yaitu harus ada surat izin dari pengadilan,” kata Stefanus kepada wartawan di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Rabu (@3/7).
Stefanus mengatakan, hal itu sesuai pasal 33 dan pasal 38 KUHAP. “Tapi kemarin tim penyidik tidak membawa surat izin, itulah yang disesalkan klien kami,” ujar Stefanus.
Selain itu, lanjut Stefanus, tim kuasa hukum PT Pos Indonesia juga berencana akan membawa masalah ini ke gugatan pra-pradilan di PN Jakarta Selatan dalam waktu dekat serta akan membawa beberapa pointer seperti terbitnya surat perintah penyidikan baru.
“Kasus ini ini kan sudah diajukan Januari 2008, klien saya Hana Suryana (Dirut PT Pos Indonesia) juga sudah dimintai keterangannya bahwa kepala wilayah pos itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, kalau memang tim penyidik mau mengembangkan kasus, jangan ada surat perintah baru, pakai saja yang lama,” tegas Stefanus.
Selain itu, Stefanus juga membantah adanya kuitansi fiktif yang dikatakan oleh tim penyidik jaksa agung. “Jadi menurut surat edaran nomor 41 tahun 2003, seandainya pihak eksternal tidak bersedia menandatangani kuitansi, maka PT Pos berhak menunjuk salah satu pegawainya untuk menandatangani, jadi itu bukan berarti fiktif, itu sudah kebijakan,” terang Stefanus. (Willy/Dhita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar