“Berbagai pelanggaran mengenai cross ownership (kepemilikan silang) media di Indonesia terjadi karena kurang tegasnya pemerintah dalam menegakkan aturan dan berbagai pihak juga kurang paham dalam melihat permasalahan ini,” kata Kukuh saat menghadiri Seminar Membedah Cross Ownership Media, di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, Selasa (29/4).
Industri media, lanjut Kukuh, harus dibedakan dengan industri lainnya, karena industri media berkaitan dengan kepentingan publik.
Selain itu, tambah Kukuh, UU Penyiaran seharusnya merujuk kepada UU Pers yang berkisar lexspesialis. “Itu untuk mengembalikan semangat pers yang bersifat diversity (keanekaragaman-red) of ownership dan diversity of content,” ujar Kukuh.
Indonesia telah lama memiliki peraturan mengenai cross ownership media dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002, UU tersebut juga telah memiliki Peraturan Pelaksana (PP) No.52 tahun 2005, namun akibat ketidakjelasan dalam penegakan aturan tersebut, ada kesan bahwa terjadi “main mata” antara regulator dan industri. (Adi/Dhita/Pol-Pemerintah)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar