(Jakarta) – Terdakwa kasus suap alih fungsi hutan lindung Azirwan merasa dirinya telah dizalimi oleh kebijakan pusat saat dirinya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Bintan ingin bangkit memajukan Bintan.
“Kami dizalimi oleh kebijakan pusat itu sendiri pada waktu kami mau bangkit, mau membangun dan mau mengikuti aturan, kenapa skenario seperti ini yang harus kita lakukan, membuat urusan jadi lebih panjang,” ujar Azirwan kepada wartawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/7).
Azirwan mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2004 dan tahun 1992 ada SK Menteri tentang hutan lindung yang salah satunya isinya tentang adanya pemekaran wilayah dalam membuat ibukota. “Sekarang saya tanya dengan adanya SK menteri tahun 1992 kemudian ada PP 38 tahun 2004 tentang ibukota lalu bagaimana nasib Bintan untuk membangun,” imbuh Azirwan.
Menurut Azirwan, seharusnya SK menteri tersebut bisa dianulir karena sebelumnya ada PP yang membuktikan. “Karena lebih tinggi PP daripada SK menteri, kemudian saya yang menjalani tugas itu, masalah permintaan-permintaan itu yang tidak bisa saya penuhi akhirnya saya malah seperti ini,” jelas Azirwan.
Azirwan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK karena melakukan praktek suap kepada anggota Komisi IV DPR Al Amin Nasution terkait alih fungsi hutan lindung menjadi ibukota Bintan. Dalam persidangan-persidangan sebelumnya, terbukti dari beberapa rekaman yang diperdengarkan JPU, Al Amin meminta sejumlah uang kepada Azirwan untuk memuluskan rencana tersebut. Saat ini Azirwan ditahan di rutan Mapolres Jakarta Selatan, sementara AL Amin di Polda Metro Jaya. (Mimie/Dhita)
“Kami dizalimi oleh kebijakan pusat itu sendiri pada waktu kami mau bangkit, mau membangun dan mau mengikuti aturan, kenapa skenario seperti ini yang harus kita lakukan, membuat urusan jadi lebih panjang,” ujar Azirwan kepada wartawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/7).
Azirwan mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2004 dan tahun 1992 ada SK Menteri tentang hutan lindung yang salah satunya isinya tentang adanya pemekaran wilayah dalam membuat ibukota. “Sekarang saya tanya dengan adanya SK menteri tahun 1992 kemudian ada PP 38 tahun 2004 tentang ibukota lalu bagaimana nasib Bintan untuk membangun,” imbuh Azirwan.
Menurut Azirwan, seharusnya SK menteri tersebut bisa dianulir karena sebelumnya ada PP yang membuktikan. “Karena lebih tinggi PP daripada SK menteri, kemudian saya yang menjalani tugas itu, masalah permintaan-permintaan itu yang tidak bisa saya penuhi akhirnya saya malah seperti ini,” jelas Azirwan.
Azirwan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK karena melakukan praktek suap kepada anggota Komisi IV DPR Al Amin Nasution terkait alih fungsi hutan lindung menjadi ibukota Bintan. Dalam persidangan-persidangan sebelumnya, terbukti dari beberapa rekaman yang diperdengarkan JPU, Al Amin meminta sejumlah uang kepada Azirwan untuk memuluskan rencana tersebut. Saat ini Azirwan ditahan di rutan Mapolres Jakarta Selatan, sementara AL Amin di Polda Metro Jaya. (Mimie/Dhita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar