(Jakarta) – Mahkamah Konstitusi (MK) hanya akan menilai norma bukan implementasi dari setiap uji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Yang akan kita nilai adalah norma bukan implementasi,karena menurut pemerintah, KUHP bukan hanya tertuju pada pers, tapi berlaku pada siapapun,” kata Ketua MK Jimly Ashshiddiqie di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/7).
Pernyataan tersebut disampaikan Jimly saat sidang uji KUHP terhadap UUD 1945 yang diajukan wartawan, di mana para wartawan minta pasal-pasal yang berkaitan dengan adanya hukuman penjara bagi wartawan yang melakukan pelanggaran hukum agar dihapuskan.
“Hal ini tetap diakui pidana, tapi sanksi diminta bukan pidana hanya denda atau boleh jadi kasus pidana tapi sanksi perdata,” jelas Jimly
Untuk membicarakan lebih lanjut mengenai sanksi penjara tersebut, MK akan membuka sekali lagi sidang uji KUHP ini. “Jadi sidang akan kita buka 1 kali lagi untuk bicara tentang sanksi (penjara) itu konstitusional/inkonstitusional, pemerintah akan menghadirkan 2 ahli, yaitu Professor Senoaji dan Amir Syamsudin,” terang Jimly.
Selain itu, Jimly juga meminta para pemohon untuk dapat mengahadirkan ahli lainnya. “Jadi nanti bisa kita lihat argumentasi mana yang menang, kita tunggu kepastiannya paling lambat 2 minggu,” tukas Jimly.
Pasal-pasal yang diajukan para pemohon yaitu pasal 310 ayat (1) yang berisi “pidana penjara paling lama sembilan bulan atau”, pasal 310 ayat (2) sepanjang kalimat “pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau,” , pasal 311 ayat (1) sepanjang kalimat “dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, pasal 316, dan pasal 207 KUHP beserta penjelasannya yang dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan pasal 27 ayat 1, pasal 28e dan pasal 28f UUD 1945. (Mimie/Dhita)
“Yang akan kita nilai adalah norma bukan implementasi,karena menurut pemerintah, KUHP bukan hanya tertuju pada pers, tapi berlaku pada siapapun,” kata Ketua MK Jimly Ashshiddiqie di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/7).
Pernyataan tersebut disampaikan Jimly saat sidang uji KUHP terhadap UUD 1945 yang diajukan wartawan, di mana para wartawan minta pasal-pasal yang berkaitan dengan adanya hukuman penjara bagi wartawan yang melakukan pelanggaran hukum agar dihapuskan.
“Hal ini tetap diakui pidana, tapi sanksi diminta bukan pidana hanya denda atau boleh jadi kasus pidana tapi sanksi perdata,” jelas Jimly
Untuk membicarakan lebih lanjut mengenai sanksi penjara tersebut, MK akan membuka sekali lagi sidang uji KUHP ini. “Jadi sidang akan kita buka 1 kali lagi untuk bicara tentang sanksi (penjara) itu konstitusional/inkonstitusional, pemerintah akan menghadirkan 2 ahli, yaitu Professor Senoaji dan Amir Syamsudin,” terang Jimly.
Selain itu, Jimly juga meminta para pemohon untuk dapat mengahadirkan ahli lainnya. “Jadi nanti bisa kita lihat argumentasi mana yang menang, kita tunggu kepastiannya paling lambat 2 minggu,” tukas Jimly.
Pasal-pasal yang diajukan para pemohon yaitu pasal 310 ayat (1) yang berisi “pidana penjara paling lama sembilan bulan atau”, pasal 310 ayat (2) sepanjang kalimat “pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau,” , pasal 311 ayat (1) sepanjang kalimat “dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, pasal 316, dan pasal 207 KUHP beserta penjelasannya yang dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan pasal 27 ayat 1, pasal 28e dan pasal 28f UUD 1945. (Mimie/Dhita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar