| UTAMA | | ENGLISH | | BERITA FOTO | | ULASAN | | DIALOG | | REDAKSI | | RISET - POLLING |

06 Agustus 2008

IAI Minta KPU Revisi Pasal 135 UU Pemilu

(Jakarta) - Ikatan Akuntan Publik (IAI) meminta KPU untuk merevisi Pasal 135 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Khususnya yang berkaitan dengan sangsi- sangsi dan dana pemilu.

Hal ini dilakukan karena beberapa kendala yang akan menghambat kinerja Akuntan Publik yang akan melakukan pengauditan dana kampanye pemilu 2009. Salah satunya adalah ketidakseimbangan antara jumlah auditor dengan waktu yang disediakan KPU, yakni 30 hari sejak diterimanya laporan keuangan dari peserta Pemilu.

"Satu- satunya jalan adalah rubah Undang - Undangnya karena disebutkan pada pasal 135 UU Pemilu yang menyebutkan mewajibkan peserta pemilu menyerahkan laporan dana kampanye kepada kantor akuntan publik paling lambat 15 hari sesudah pemungutan suara. kantor Akuntan Publik kemudian menyerahkan laporan hasil audit ke KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota 30 hari sejak diterimanya laporan dari peserta pemilu, ini berat untuk kami " ujar Ketua Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto dalam konferensi pers di Hotel Cemara Jakarta, Rabu (6/8).

Selain itu, lanjut Ahmadi, IAI menawarkan beberapa alternatif solusi untuk memecahkan kendala tersebut. Pertama, menambah durasi waktu audit dengan melakukan interim audit terhadap laporan bulanan dana kampanye. Jika mungkin, memundurkan waktu penyelesaian.

"Kedua, penetapan Kantor Akuntan Publik (KAP) Lebih awal sehingga cukup waktu bagi KAP untuk mempersiapkan audit mengingat Peak Season KAP adalah bulan Januari hingga Maret " imbuhnya.

Ketiga, menambah jumlah staff profesional auditor untuk mengcover besarnya jumlah dana kampanye. Keempat, melakukan pelatihan yang cukup bagi Akuntan Publik maupun staf profesionalnya. Kelima, perlunya pedoman audit dana kampanye serta standar pelaporan hasil auditnya sehingga deviasi laporan berkurang.

"Keenam, perlunya peraturan lebih jauh mengenai peraturan dana kampanye untuk mempersempit perbedaan pendapat sehingga mengurangi resiko bagi auditor. Ketujuh, perlunya awareness yang lebih bagi peserta pemilu " paparnya.

Kedelapan, tutur Ahmadi, menurunkan jumlah laporan dana kampanye yang harus diaudit, misalnya audit cukup sampai level propinsi namun sampelnya harus mewakili seluruh Kabupaten/Kota.

"Yang terakhir, apabila KPU merasa tidak mempunyai kemampuan lebih untuk memilih alternatif tertentu maka permintaan Judicial Review dapat dipertimbangkan, " pungkasnya. (Ulfa)

Tidak ada komentar: